Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, baru-baru ini memamerkan potensi besar Indonesia dalam mengembangkan energi hijau dan mandiri dalam bahan bakar nabati di hadapan para pemimpin dunia.
Aksi ini dilakukan di ajang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) yang juga dikenal sebagai APEC CEO Summit. Prabowo menunjukkan keyakinannya bahwa Indonesia memiliki semua keunggulan untuk menjadi negara yang sepenuhnya mandiri dalam hal energi hijau dalam beberapa tahun ke depan.
Potensi Energi Hijau Indonesia yang Besar
Dalam sambutannya, Prabowo menyampaikan bahwa Indonesia berpeluang besar menjadi salah satu negara yang bisa mencapai 100 persen energi terbarukan dalam waktu dekat.
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk menggantikan bahan bakar fosil dengan energi terbarukan. “Kami memiliki keuntungan dalam beberapa tahun ke depan bisa sepenuhnya mandiri dalam energi, mandiri dalam energi hijau,” ungkap Prabowo.
“Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar, dengan 60 persen potensi energi panas bumi dunia ada di sini. Selain itu, kami juga memiliki potensi energi surya yang sangat besar,” lanjutnya. Namun, kekuatan utama Indonesia dalam menciptakan energi hijau terletak pada bioenergi atau bahan bakar nabati.
Bioenergi dan Bahan Bakar Nabati: Kekuatan Utama Indonesia
Prabowo menekankan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk memproduksi bahan bakar nabati dalam jumlah besar, yang menjadi kunci dalam mencapai kemandirian energi hijau.
Bersama negara-negara seperti Brazil dan Republik Demokratik Kongo, Indonesia bisa memimpin produksi bahan bakar nabati yang dapat menggantikan bahan bakar fosil.
“Menurut saya, ini akan menciptakan banyak peluang ekonomi. Kami akan menghemat banyak devisa dan dana akan beredar dalam ekonomi kita sendiri,” tambahnya. Potensi Indonesia dalam sektor bahan bakar nabati sangat besar, yang tentunya juga akan berkontribusi pada pengurangan ketergantungan pada energi fosil.
Kendaraan Siap Menggunakan Bahan Bakar Nabati 100%
Indonesia juga sudah siap untuk memproduksi kendaraan yang dapat menggunakan bahan bakar nabati. Saat ini, Indonesia sudah memiliki bahan bakar nabati seperti biodiesel B35 (35 persen bahan nabati) dan bioetanol E5 (etanol 5 persen).
Kendaraan yang beredar di Indonesia sudah mampu menggunakan bahan bakar ini tanpa masalah.
Sejak 2010, Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) telah memproduksi mesin berbahan bakar etanol untuk pasar Amerika Latin, termasuk Argentina dan Brazil. Salah satu mesin yang diproduksi adalah tipe 2TR-FFV berkapasitas 2.694 cc yang digunakan untuk mobil Toyota Hilux.
Uji Coba Bioetanol 100% di Kendaraan
Lebih menarik lagi, Indonesia sudah melakukan uji coba kendaraan yang dapat menggunakan bioetanol 100 persen. Baru-baru ini, Pertamina bersama Toyota melakukan uji coba bahan bakar bioetanol E100, yang diproduksi dari tanaman Sorgum, sebagai pengganti bensin untuk kendaraan Flexy Fuel Vehicle (FFV).
Salah satu mobil yang diuji coba adalah Toyota Kijang Innova Zenix Hybrid Flexy Fuel, yang menunjukkan hasil positif dengan pembakaran yang lebih sempurna dan emisi yang lebih rendah.
Tidak hanya itu, kendaraan Toyota Fortuner Flexy Fuel Vehicle (FFV) juga diuji menggunakan bioetanol yang diproduksi oleh Pertamina, dengan hasil yang menunjukkan peningkatan performa mesin.
Semua uji coba ini membuktikan bahwa Indonesia semakin dekat untuk mewujudkan penggunaan bahan bakar nabati sebagai sumber energi utama di masa depan.
Dengan segala potensi yang dimilikinya, Indonesia berpeluang besar untuk menjadi negara yang benar-benar mandiri dalam energi hijau, dan bahkan menjadi pionir dalam penggunaan bahan bakar nabati di dunia.
Discussion about this post