Keamanan siber menjadi perhatian utama masyarakat Indonesia di era digitalisasi. Survei terbaru dari Populix bertajuk Navigating Economic and Security Challenges in 2025 mengungkapkan bahwa 67% responden khawatir terhadap ancaman siber seperti pembobolan data dan peretasan. Kekhawatiran ini mencerminkan semakin tingginya risiko seiring integrasi teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari.
Timothy Astandu, Co-Founder dan CEO Populix, menyatakan bahwa lemahnya sumber daya dan minimnya pengetahuan menjadi penghalang utama untuk menghadapi ancaman siber.
āMasyarakat mulai sadar akan ancaman seperti virus, phishing email, spyware, hingga ransomware. Namun, edukasi dan solusi keamanan yang mudah diakses sangat dibutuhkan untuk melindungi data sensitif pengguna,ā ujar Timothy dalam diskusi Populix Industry Outlook di Jakarta.
Selain keamanan siber, survei juga menyoroti dampaknya terhadap aspek kehidupan lain, seperti tekanan emosional, keamanan finansial, hingga interaksi sosial. Sebanyak 49% responden bahkan mengungkapkan kekhawatiran terkait keamanan kesehatan, terutama di tengah tantangan ekonomi dan biaya hidup yang meningkat.
Populix menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta untuk mengatasi isu ini. Inisiatif seperti peningkatan keterampilan tenaga kerja (upskilling) dan pengembangan layanan keamanan digital menjadi solusi yang relevan. āDengan fokus pada keamanan siber, pelatihan tenaga kerja, dan layanan kesehatan digital, kita dapat membangun masa depan yang lebih aman dan berkelanjutan,ā tambah Timothy.
Survei Populix melibatkan 1.190 responden dari berbagai wilayah di Indonesia, mencakup ekonomi menengah ke atas. Laporan lengkap dapat diakses melalui situs resmi Populix.
Discussion about this post